Saturday, February 25, 2012

MAKSIAT menyebabkan kekeringan, aniaya dan bencana lainnya


يَامَشَرَ الْمَهَاجِرِيْنَ خَمْسٌ اِذَ ابْتُسِيْتُمْ بِهِنَّ ، وَاَعُذُبِ اللهِ اَنْ تُدْرِكُوْ هُنَّ . لَمْ تَظْهَرِ الْفَا حِشَةُ فِى قَوْمٍ قَطُّ ، حَتّٰى يُعْلِنُوْا بِهَا اِلاَّ فَشَا فِيْهِمُت الطَّاعُوْنَ وَاْلاَوْجَاعُ الَّتِى لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِى السْلا فِهِمَ الَّذِيْنَ مَضَوا ، وَلَمْ يَنْقَصُوا الْمِكْيَالَ وَ الْمِيْزَانَ اِلاَّ اَخَدُوْا بِالسِّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ وَجَوْرِالسُّلطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يمَْنَعُوْا زَكَاةَ اَمْوَالِهِمْ اِلاَّمُنِعُوْاالْقَطْرَمِنَ السَّمَاءِ ، وَلَوْ لاَالْبَهَاءِمُ لِمْ يُمْطَرُوْا ، وَلَمْ يَنْقُضُوْا عَهْدَاللهِ وَاَهْدَ رَسُُوْلِهِ، اِلاَّ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرَهِمْ فَاَخَذُوْا بَعْضَ مَافِىْ اَيْدِيْهِمْ ، وَ مَا لَمْ تَخْكُمْ اَءِنَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ ، وَيَتَخَيَّرُوْا مِمَّا اَنْزّلَ اللهُ ، اِلاَّ جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ .

Wahai segenap kaum Muhajirin, lima bencana akan menimpamu, aku berlindung kepada Allah agar kamu tidak mendapatknanya. Bila kekejian nampak nyata pada suatu kaum hingga mereka berterang-terangan dengannya, niscaya akan tersebar di kalangan mereka penyakit tha’un dan berbagai penyakit lainnya yang belum pernah menimpa para pendahulu mereka yang telah lewat. Mereka mengurangi ukuran dan timbangan, sehingga ditimpa kekeringan dan paceklik dan kezhaliman penguasa terhadap mereka. Mereka tidak mengeluarkan zakat untuk harta mereka, sehingga akan tertahan hujan dari langit dan kalau saja bukan karena binatang, niscaya mereka tidak akan diberi hujan. Mereka merusak janji Allah dan janji Rasul-Nya, sehingga Allah akan membuat mereka dikuasai oleh musuh dari selain mereka, dan merampas sebagian  milik mereka. Dan mana kala pemimpin mereka tidak mengambil hukum dengan kitabullah dan memilih-milih dari apa yang telah diturunkan oleh Allah, niscaya Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka.”

          Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (4019) dan Abu Ma’in dalam Al-Hilyah (8/333) dari Ibnu Abi Malik, dari bapaknya dari Abdullah Ibnu Umar yang menuturkan: “Rasulullah r menghadap (ke jama’ah) kemudian bersabda: (lalu dia menyebutkan hadits itu).


          Saya berpendapat: Hadits ini sanadnya lemah dipandang dari segi Ibnu Abi Malik yang namanya adalah Khalid bin Yazid bin Abdurrahman bin Abi Malik. Keberadaannya sebagai seorang faqih adalah lemah. Sedang Ibnu Ma’in di dalam At-Targhib menyangsikannya.

          Adapun Al-Bushairi di dalam Az-Zawa’id berpendapat: Hadits ini sangat bagus untuk diamalkan. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai Ibnu Abi Malik dan bapaknya.

          Saya berpendapat: Mengenai bapak Ibnu Abi Malik sebenarnya tidak mengapa. Illat yang ada justru dari anaknya. Oleh karena itu Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Badhul Ma’un mengisyarakatkan kelemahan hadits tersebut dengan ucapannya (Q 55/2) “Jika kabar itu benar”.

          Saya juga berpendapat bahwa hadits itu telah pasti (qath’i) sebab selain dari jalur di atas juga datang dari berbagai jalur lainnya yakni dari Atha’ dan lain-lainnya, hingga Ibnu Abid Dun-ya juga meriwayatkannya dalam Al-‘Uqubat (Q 62/2) dari jalur Nafi’ bin Abdullah dari Farwah bin Qais Al-Maki dari Atha’ bin Abi Rabah Bih.”


          Saya berpendapat: Sanadnya ini lemah. Karena Nafi’ dan Farwah keduanya tidak dikenal (majhul)  sebagaimana disebutkan di dalam Al-Mizan.

          Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Hakim (5/540) dari jalur Abi Ma’bad Hafsh bin Ghilan dari Atha bin Abi Rabah. Kemudian Al-hakim memberikan catatannya:

          “Hadits ini shahih sanadnya”. Penilaian tersebut disepakati pula oleh Adz-Dzahabi.

          Saya berpendapat: Hadits ini lebih tepat dikatakan hasan sanadnya, sebab Ibnu Ghilan itu sungguh telah dianggap lemah oleh sebagian orang. Tetapi oleh kebanyakan orang dinilai tsiqah. Al-Hafizh di dalam At-Taqrib menilai:

          “Dia seorang yang jujur dan faqih serta diduga cukup mempunyai kemampuan.”

          Hadits itu juga diriwayakan oleh Ar-Rayyani dalam Musnad-nya (Q 247) dari Utsman bin Atha’, dari bapaknya dari Abdullah bin Umar secara marfu’.

          Sanad ini lemah. Karena yang dimaksud Atha’ disitu adalah Ibnu Abi Muslim Al-Khurasani, dia memang jujur tetapi juga mempunyai cacat yang melemahkannya yaitu mudallis dan meriwayatkan hadits secara ‘an’anah.

          Sedangkan anaknya, Utsman, juga lemah. Kecuali jalur Al-Hakim, ia cukup kuat. Maka ia, meskiipun tidak dikuatkan dengan pendukung, janganlah ia dianggap lemah.

          As-sinin (السنسن)  bentuk jama’ dari kata sanah (ستة ) yang berarti kering kerontang.

          Yatakhayyaru  ( يتخير ) berarti mencari kebaikan, seperti dalam kalimat “selama mereka tidak mencari kebaikan dan kebahagiaan dari apa yang telah diharamkan Allah”

          Sebagian kaliamat dari hadits tersebut mempunyai syahid (hadits pendukung) yaitu hadits Buraidah bin Al-hashib yang diriwayatkan secara marfu’ dengan lafal sebagai berikut:

١٠٧مَا نَقَضَ قَوْمٌ الْعَهْدَ قَطُّ اِلاَّ كَانَ الْقَتْلُ بَيْنَهُمْ . وَمَا ظَهَرَتْ فَاحِشَةٌ افِى قَوْمٍ قُطُّ اِلاَّ سَلَّطَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِمُ الْمَوْتَ ، وَلاَ مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكََاتَ اِلاَّ حَبَسَ اللهُ عَنْ هُمُ الْقَطْرَ .

          “Apabila suatu kaum merusak janji niscaya peperangan akan berkobar di antara mereka. Dan apabila kekejian merebak di antara kaum, maka Allah akan menimpakan kematian atas mereka. Demikian pula apabila suatu kaum tidak mengeluarkan menahan zakat, maka Allah tidak akan menurunkan hujan kepada mereka.”

          Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (2/126) dan Al-Baihaqi (3/346), dari jalur Basyir bin Muhajir dari Abdullah bin Buraidah, yang diperoleh dari bapaknya. Selanjutnya Al-Hakim memberikan komentarnya:

          “Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim”. Sementara itu penilaian itu juga disepakati oleh Adz-Dzahabi.

          Saya berpendapat: Seperti halnya apa yang dikemukakan oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi di atas, hanya saja di sini Basyir masih diperbincangkan dari segi hafalannya. Dalam At-Taqrib dia disebut sebagai orang yang jujur dan halus bicaranya, namun masih dipertentangkan sanadnya. Sehingga pada penghujung hadits itu Al-Baihaqi mengatakan:

          “Demikian inilah Basyir bin Al-Muhajir meriwayatkannya”. Kemudian Al-Baihaqi menyebutkan sanadnya yang datang dari jalur Al-Husain bin Waqid dari Abdullah bin Buraidah dari Ibnu Abbas yang menuturkan:

          “Bila suatu kaum telah merusak janji, maka sudah pasti Allah akan menjadikan mereka dikuasai musuh-musuh mereka. Dan apabila kekejian telah merebak di tengah suatu kaum, niscaya Allah akan menimpakan kematian kepada mereka. Lalu apabila suatu kaum mengurangi timbangan, niscaya Allah akan menimpakan kekeringan (kemarau panjang) pada mereka. Dan apabila suatu kaum tidak mengeluarkan zakat, maka Allah akan menghalangi hujan dari langit bagi mereka. Kemudian apabila suatu kaum menyimpang dalam suatu hukum, niscaya akan terjadi kesengsaraan di antara mereka.” Saya (Al-Baihaqi) kira Ibnu Abbas juga menyebutkan, “dan pembunuhan.”

          Saya berpendapat: Sanad hadits ini shahih, dimana juga dinilai sebagai hadits mauquf yang dihukum marfu’, karena tidak dikeluarkan atas dasar pendapat. Hadits ini juga telah dikeluarkan (takhrij) oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir secara marfu’ dari jalur lain, yakni dari Ishaq bin Abdullah bin Kisan Al-Marwazi: “Telah bercerita bapak kami kepada kami dari Adh-Dhahak bin Muzahim dari Mujahid dan Thawus dari Ibnu Abbax.”

          Saya berpendapat: Sanad ini lemah namun dijadikan sebagai pendukung (syahid). Al-Mudziri di dalam At-Targhib (juz 1 hal. 271) mengatakan:

          “Bisa jadi sanadnya dekat kepada tingkat hasan dan memiliki beberapa syahid (hadits pendukung).”

          Saya melihat juga bahwa hadits itu berasal dari Buraidah. Kemudian bagi sebagian kalimatnya saya menemukannya di jalur lain yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (1/85/1) dari Al-Jami’uhs-Shaghir dan sempurna dalam Al-Fawaid  (Q 148-149) dari Marwan bin Muhammad Ath-Thathiri: Bercerita kepada kami Sulaiman bin Musa Abu Dawud Al-Kufi, dari Fudhail bin Marzuq (dalam Al-Fawaid terdapat Fudhail bin Ghazwan) dari Abdullah bin Buraidah, dari Bapaknya secara marfu’ dengan lafazh:

          “Apabila suatu kaum menahan zakat, niscaya Allah akan menimpakan bencana kekeringan pada mereka.”      
         
          Ath-Thabrani berkomentar:

          “Tidak ada yang meriwayatkannya kecuali Sulaiman yang kemudian darinya Marwan meriwayatkannya sendirian.”

          Saya berpendapat: Sanad ini lemah namun dijadikan sebagai pendukung (syahid). Al-Mundziri di dalam At-Targhib (juz 1 hal. 271) mengatakan: Adz-Dzahabi. Adapun Fudhail jika yang dimaksudkan adalah Ibnu Marzuq, maka dha’if. Namun jika yang dimaksudkan adalah Ibnu Ghazwan, maka dia tsiqah dimana juga dijadikan pegangan oleh Asy-Syaikhani (Bukhari-Muslim). Dan jika ia meriwayatkan hadits, maka haditsnya insya Allah adalah hadits hasan. Sementara itu Al-Mundziri (1/270) setalah menyandarkannya kepada Ath-Thabrani mengatakan: “Para perawinya tsiqah.”

          Kesimpulannya, dengan melihat jalur-jalur dari beberapa syahid (hadits pendukung) maka hadits tersebut tidak diragukan lagi keshahihannya. Adapun Al-Hafizh Ibnu Hajar yang masih bersikap setengah dalam menetapkannya adalah karena melihat jalur yang pertama. Wallahu a’lam.

****

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan komentar anda